Agenda Mendesak Bangsa

Apa tuh agenda mendesak bangsa???

mmm, Pemilu kah? atau kaji ulang kenaikan BBM kah? atau bubarkan Ahmadiyah?

Huehehe bukan itu ternyata maksud saya. Kalimat diatas adalah kutipan dari judul buku karya Bapak Reformasi kita, Moh. Amien Rais, dengan judul lengkap “Agenda Mendesak Bangsa – Selamatkan Indonesia”. Berawal dari chatting sebulan yang lalu bersama senior saya di IF yang tidak saya duga suka baca buku seperti itu.

weno : mau usul ke KM
fitra : tapi sy dah turun tapi entar sy bsa ngasi tau, fitra : apa emangnya?
weno : usulin bincang2/diskusi buku
weno : kmarn ini sy beli buku “Selamatkan Indonesia!”, karyanya M. Amien Rais
weno : baru baca dikit sih
fitra : wah pdhl kta jg rencananya mau bkn talkshow kebangkitan nasional judulnya selamatkan indonesia dari kemiskinan
weno : nah itu dia
fitra : itu buku barunya amien?
fitra : tapi udah fix pembicaranya
weno : pas kan sama momennya
weno : wah.. bikin ekstensi lah
weno : kalo ini sih topiknya lebih luas

Sayangnya niat untuk mencari tahu tentang buku itu tertunda karena kesibukanku untuk mempersiapkan acara talkshow tersebut dan tentunya mengejar Seminar hehehe. Niat membaca buku itupun muncul lagi saat beberapa minggu lalu berbagi cerita dengan k Helmi yang sudah membaca buku itu. Berawal dari obrolan akhirnya saya dipinjamin buku itu juga yang katanya membuat dia jadi ‘marah’ kepada pemerintah. Ada apa sih dengan buku ini? Yah bagi saya buku ini terlihat spesial apalagi kalau bukan karena si Penulisnya adalah seorang Amien Rais yang bagi saya adalah orang yang disegani di negeri ini, SBY kalah.

Akhirnya tepat setelah seminar TA, saya mulai membuka halaman demi halaman dari buku ini. Pertama kali tentunya saya sekedar membaca cepat dan melihat sekilas apa inti dari buku ini. Dari bacaan sekilas itu saja saya sudah mendapatkan banyak bacaan yang menarik yang beberapa saya akan paparkan di bawah. Bahkan di awali dengan kata pengantar yang menarik sekali menurut saya sehingga membuat saya ingin segera membaca bagian berikutnya.

Ada sebuah tulisan di kata pengantar yang bikin saya tertawa (tentunya sinis) karena analoginya menarik tapi sekaligus sangat miris karena itu terjadi pada bangsa ini. Yuk mari baca sekilas cerita di bawah ini

Terus terang bangsa yang kita cintai bersama, bangsa besar Indonesia, bangsa nomor empat terbesar di muka bumi, agaknya sedang mengalami krisis jati diri atau krisis identitas. Banyak hal yang menggembirakan, tetapi juga banyak hal yang menyedihkan, bahkan menyakitkan.

Kita dapat mengambil satu masalah penting, misalnya nasionalisme kita. Dalam kaitan ini kita boleh bangga melihat betapa bangsa kita, lepas dari perbedaan latar belakang, menganggap olah raga sebagai taruhan prestasi dan prestise nasional. Ketika PSSI berlaga melawan kesebelasan asing di Kejuaraan Piala Asia tahun 2007, stadion ISTORA Bung Karno seolah-olah mau runtuh. Teriakan dan tepuk tangan membahana, di dalam dan di luar stadion, yang mendukung kesebelasan merah putih sulit disaingi oleh bangsa Asia lainnya.

Ruaar biasa. Juaga sebagian besar mata rakyat tertuju ke Thailand mengikuti pesta olah raga ASEAN 2007. Setiap kali tim merah putih memperoleh medali emas, kita bangga bukan main, tetapi setiap kalah kita kecewa luar biasa. Ketika akhirnya Indonesia memperoleh urutan keempat di bawah Thailand, Vietnam, dan Malaysia, kita sedih berhari-hari.

Adakah yang salah bila kita memuja, bahkan mengidentifikasikan diri kita dengan tim merah putih ketika bertarung di gelanggang olah raga regional atau internasional? Sama sekali tidak ada yang salah. Memang sudah seharusnya demikian. Akan tetapi mengapa nasionalisme olahraga kita seperti tidak ada kaitan sama sekali dengan nasionalisme ekonomi, nasionalisme politik, nasionalisme pertahanan-keamanan, nasionalisme pendidikan dan nasionalisme bidang kehidupan lainnya?

Nasionalisme olahraga adalah nasionalisme simbolik, karena bersifat kasat mata dan merupakan pajangan window show sebuah bangsa. Bila bangsa kita diibaratkan sebuah rumah di pinggir jalan raya, olah raga itu bagaikan pagar depan yang langsung dilihat oleh setiap pengguna jalan raya. Nah, bangsa dan pemerintah kita seperti pemilik rumah di pinggir jalan raya itu yang punya obsesi aneh. Obsesi itu adalah bagaimana pagar rumah itu terlihat selalu bersih, mengkilat, dan tidak boleh berdebu. Adalah tampak muka rumah yang paling penting. Yang lain masa bodoh. Pokoknya penampilan.

Sehingga ketika perabotan rumah dicuri orang di depan mata si pemilik rumah, ia tidak begitu peduli. Mungkin hanya bisa tersenyum getir. Bahkan ketika istri dan anak-anaknya dibawa keluar oleh orang lain, si pemilik rumah tidak mengambil tindakan apa pun. Ia hanya bisa menonton, seolah tidak ada sesuatu yang perlu dirisaukan. Pokoknya pagar dan wajah depan rumah kelihatn bagus. Itu yang penting. Kira-kira kontradiksi dan ironi seperti itu yang sedang menimpa bangsa kita.

Nasionalisme kita telah menjadi nasionalisme dangkal. Kita bela merah putih hanya dalam hal-hal yang bersifat simbolik, namun ketika kekayaan alam kita dikuras dan dijarah oleh korporasi asing, ketia sektor-sektor vitas ekonomi seperti perbankan dan industri dikuasai asing bahkan ketika kekuatan asing sudah dapat mendikte perundang-undangan seperti keputusan-keputusan politik, kita diam membisu. Seolah kita sudah kehilangan harga dan martabat diri.

Cerita di atas baru potongan kata pengantar belum termasuk isinya. Terbayang bagaimana isinya akan memaparkan fakta-fakta yang mungkin bikin Miris, Emosi, tapi semoga tidak membuat pesimis. Isi lampiran yang ada di buku ini pun tidak kalah menarik dari isinya. Fakta yang sebenarnya sudah kita tahu tapi Bapak Amien Rais tetap bisa membuat tulisan yang membuat ‘panas’ bagi si pembaca.

Ada juga kutipan menarik yang tentunya patut kita sadari.

Kiranya peringatan seorang ekonom terkenal, Ravi Brata, bagus untuk dicamkan oleh Pemerintah Susilo dan para anggota DPR kita yang mudah lupa diri. Professor Brata mengatakan:

Setiap jenis korupsi adalah buruk, tetapi korupsi kebijakan ekonomi mungkin adalah yang paling bejat. Kejahatan seperti itu terjadi bilaman para anggota DPR bukan saja memperkaya diri sendiri, tetapi juga menolak perbaikan hidup bagi masyarakat yang tertindas, yakni bagi mereka yang memiliki kekuatan tawar yang kecil dan merupakan bagian terlemah dalam masyarakat.

Kalau saya boleh menambahkan, DPR RI kita sekarang ini telah, sedang dan akan meloloskan bersama pembuatan berbagai Undang-Undang di bidang kehutanan, pelayaran, penanaman modal asing, pengolahan air, energi dan listrik, yang sebenarnya, sekali lagi, semuanya lebih menguntungkan pihak asing daripada rakyat sendiri. Luar Biasa.(Amien Rais)

Cerita tentang korupsi tersebut dibahas khusus dalam sebuah bab yang berjudul “Korupsi paling berbahaya” dan juga berisi tentang korupsi kebijakan sejak zaman Habibie, Megawati, hingga Yudhoyono. Tiba-tiba saya pun ingin menambahkan berdasarkan pengalaman saat mendengar cerita dari seorang pengusaha muda Indonesia di workshop Muda Mandiri yang saya ikuti 3 minggu lalu. Pak Abdul Sabur salah satu pengusaha yang mengkritisi kebijakan pemerintah beberapa tahun lalu mengenai kebijakan ekspor bahan baku yang sangat tidak mendukung pihak pengusaha kecil menengah. Hal tersebut diperkuat dengan pemaparan tentang perkembangan ekonomi Indonesia yang kesimpulannya adalah distribusi belum merata. Dengan demikian bisa saja saat ini korporasi-korporasi besar di Indonesia sangat maju dan investasi tidak menurun tapi bagaimana dengan korporasi kecil yang notabene banyak. Ketidakmerataan itu mungkin disebabkan oleh sebuah kebijakan bodoh yang ‘tidak sengaja’ atau tidak sadar dilakukan pemerintah tapi mau tidak mau kenyataannya tetap saja mematikan masyarakat kecil.

(Disclaimer: ini bukan gambar iklan politik. Pengennya sih di foto ini cuma ada Pak Anwar Ibrahim dan Pak Amien Rais saja, soalnya sudah bosan ma muka yang di sebelah kanan *muncul di TV terus hahahaha*)

Terlepas dari isi buku ini yang sangat intimidatif sekaligus inspiratif dan mungkin juga politis hehehe. Tapi saya rasanya tidak fair bila tidak mengomentari sang penulis sendiri. Bagaimana sang penulis mengungkapkan pemikirannya. Bagi saya kata smart, pintar, cerdas saja tidak cukup, yang pasti hampir sempurna. Latar belakang beliau yang juga akademisi sekaligus politisi membuat buku ini ditulis benar-benar hidup. Bagaimana tidak isinya bersifat ilmiah dengan fakta-fakta yang beragam tetapi tetap mudah dicerna buat pembaca awam seperti saya ini. Menarik dan luar biasa sekali buku ini apalagi bila membaca kutipan di akhir kata pengantar dibawah ini membuat saya semakin terpukau dengan penulisnya.

Saya sadar bahwa usulan kritis dalam risalah ini oleh sebagian masyarakat, khususnya Pemerintah Yudhoyono, dianggap terlalu keras dan tajam. Akan tetapi saya yakin, etika demokrasi justru mendorong pertukaran fikiran yang jujur, gamblang dan jelas agar hal-hal yang perlu dikoreksi dapat diangkat ke permukaan dan dipecahkan bersama.

——-

Di Indonesia cara menutup kritis atau koreksi publik dilakukan lewat himbauan yang terdengar santun dan seolah bertanggungjawab, “Janganlah perbedaan tajam diangkat ke permukaan, kasihan rakyat, nanti jadi bingung”.

Para pemimpin dihimbau untuk menahan diri, jangan membuat pernyataan yang bisa mengurangi kepercayaan rakyat pad pemerintah. Sekelebatan hal ini baik. Namun bagaimana bila sebuah pemerintah sudah tidak lagi berfungsi membela kepentingan rakyat, tetapi justru mengunggulkan kepentingan konglomerat dan korporatokrat? Pemerintah tersebut dengan nikmat menjual aset nasional dan aset bangsa kepada “investor strategis”, lagi-lagi istilah yang menyesatkan? Bukankah investor strategis itu tidak lain adalah investor asing? Haruskah kita berdiam diri terus melihat negara dan bansa kita dikuliti oleh kekuatan-kekuatan luar sehingga kita tidak pernah mampu bangkit kembali?

——-

Menyangkut masa depan bangsa, kita tidak perlu takut menggelar pertukaran pikira secara lugas dan taja,. Yang kita pertaruhkan adalah masa depan generasi muda kita yang rata-rata mulai pesimis melihat masa depan. Bila pesismisme itu sampai berubah menjadi apatisme, masih bisakah kita melihat masa depan kita dengan kepala tegak dan yakin diri?

Jadi apakah Agenda Mendesak Bangsa?

Yah, saya memang belum menamatkan buku ini sama sekali bahkan untuk setengahnya pun belum. Namun jauh sebelum saya menyelesaikan buku ini, entah kenapa satu kata yang selalu muncul dipikiranku agar bangsa ini dapat MERDEKA Sebenarnya!!! Tiba-tiba saya ingin mengutip judul sesi materi Nasionalisme di pelatihan FIM VI oleh Dr. Joserizal Jurnalis yaitu Berkepribadian dalam budaya, berdaulat dalam politik, mandiri dalam ekonomi. Saatnya kata Bangkit benar-benar direalisasikan bukan sekedar dirayakan, bangkit untuk memperjuangkan “kemerdakaan” dan “kedaulatan” yang selama ini belum sepenuhnya kita miliki.

Possibly related post:

26 pemikiran pada “Agenda Mendesak Bangsa

  1. wah k trian,,, sigap banget dah komen di postingan ini,,, sama juga donk, masih ada ‘khas mahasiswa’nya huehehe…

    pdhl sy masih ngedit2 loh n masih ngewarnai tulisnnya hihihi…
    ok deh doakan saja 😀
    waduh walaupun sy gk tau byk idealisme nasionalisme sy saat ini sejauh apa :P,,,
    mgkn juga msh sangat dangkal :p

  2. Agenda mendesak bangsa = Tujuh Gugatan Rakyat

    TUGU RAKYAT
    Tujuh Gugatan Rakyat

    1. Nasionalisasi Aset-Aset Strategis Bangsa
    2. Wujudkan Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan yang Terjangkau bagi Rakyat
    3. Tuntaskan Kasus BLBI dan Korupsi Soeharto Beserta Kroni-Kroninya
    4. Kembalikan Kedaulatan Bangsa pada Sektor Pangan, Ekonomi, dan Energi
    5. Jamin Ketersediaan dan Keterjangkauan Harga Kebutuhan Pokok bagi Rakyat
    6. Tuntaskan Reformasi Birokrasi dan Berantas Mafia Peradilan
    7. Selamatkan Lingkungan dan Tuntaskan Kasus Lumpur Lapindo Brantas

    Saatnya Rakyat Bergerak!!!
    – BEM Se – Indonesia –

  3. @Brahmasta: wah bener bgt bram,,, kita sama bgt hahaha,, bru baca setengah tapi dah berani klaim gini 😀

    @fiqihsantoso: waaaahhhh ini dia komen yg sangat “khas mahasiswa yg masih aktif di BEM” huehehe pisss ah… tapi yah2 sepakat dengan tuntutannya kurang lebih itulah maksudnya ‘kemerdekaan’ dan ‘kedaulatan’ yang harus diambil sepenuhnya 😀
    Semangat!!!!

  4. @indz
    yep, seperti “kampanye terselubung”. hahahaha.
    tampak menarik.

    tapi apakah pak Amien sendiri sudah memberikan kontribusi nyata atas apa yang dia tulis?
    hmmm…
    we’ll see.

  5. Terlepas ada atau tidaknya “tendensi” Pak Amien menerbitkan buku ini, saya sangat bangga mempunyai “saudara” seperti beliau yang ingin memberikan kontribusi nyata terhadap bangsa ini. Yaa tentunya kita ga bisa juga hanya sekadar menuntut pemerintahan ini itu dan sebagainya. Yang bisa kita lakukan ya cuman dari diri dan lingkungan kita sendiri. Jangan sekali-kali bermimpi hal yang besar jika hal yang kecil saja kita masih apatis. Misal nih.. sudahkah Anda membuang sampah pada tempatnya?? atau, merasa “bangga” dan “sukses”kah kalian menjadi kaya dan pintar, sekolah di luar negeri, kerja di perusahaan multinasional, dsb, sementara di lingkungan kita sendiri masih banyak yang sangat kurang sekali mengenyam pendidikan?? Yaa sekadar mengingatkan, kalo bukan kita lalu siapa lagi yang akan mengangkat bangsa ini.

    Ups.. kepanjangan yah untuk sebuah komentar, hehe.. keep it nice, maju terus IF IF IF, maju terus Indonesiaku.. Semoga diberi kemudahan dalam melangkah ke arah yang lebih baik!!

  6. yup! Layak untuk dibaca dan dipahami secara kritis oleh masyarakat. Sebetulnya bagi masyarakat yang cukup tercerahkan dan mengamati kinerja pemerintah pra maupun pasca reformasi bukanlah hal baru bagi mereka, dan ada sebuah alur cerita yang mengalir, apalagi kalau bukan neoimperialisme! Tapi informasi yang selama ini sepenggal-sepenggal diterima dan dipahami masyarakat menjadikan buku ini sangat signifikan dan relevan.

    Btw, itu gambarnya di crop aja, buang foto yang paling kanan, basi! hehe

    FYI, judul pak Jose Rizal Jurnalis itu sebetulnya istilah Soekarno punya, ia menamainya TRISAKTI.

  7. @indz: yah kebetulan yg menguntungkan :P… tapi sbnrnya kontennya sudah dari dulu disebut2

    @catherinetbg: sbnrnya tulisannya itu bisa disebut kontribusi kali yah huehehe,,,

    @Andik taufiq dan wes leeh: sip makasih, smg kata-kata itu terhitung doa

    @arifrahmanlubis: Yeah amin,, kayak familiar deh kata-kata itu :P,,,

    @Muhammad Rihan Handaulah: Iya setuju banget,, ini cerita lama tapi mungkin informasinya sepotong-potong dan terpisah-pisah. kemudian masih jarang penulis Indonesia yang menuliskannya sekaligus menggabungkan berbagai informasi itu. *huehehe promosi terus :P*

    huehehe dah malas ngutak-ngatik gambarnya hihihi,, makanya dibikin aja penjelasan dibawah,, itu dah sama dgn motong yg kanan hahaha

    sip, makasih infonya.. sejarah yg sy tidak pernah perhatiin 😛

  8. yah..bang sutris ko nongol…agghh..advertorial leadership… Agenda Mendesak Bangsa = ciptakan 1000 orang kaya Abu Syauqi…konkrit, merakyat, solutif, tau masalah… bukan kampanye loh ini…

  9. huehehe,,,
    skrg blm mulai kampanye yah,,,
    mmm klo udh mulai ta laporin nih bentuk kampanye huahahaa…
    sippp monggo zak mau kampanye di blog sy,,,
    *menggunakan cara kampanye Barrack obama*
    tapi jgn lupa yah entar bayar sewanya *loh.. hahaha*

  10. hmm, hati2 dengan tokoh politik yg “come back” karena gak puas dengan posisi mereka di periode lalu.

    q heran liat iklan2 tokoh politik, emang dasar politisi pinternya cuma ngomong doang .. hehe

  11. Alhamdulillah saya dah ikut bedah bukunya tuh Fit…Cuma jika menggunakan frame tugu rakyat…agenda mendesak itu sepertinya di prioritaskan pada tuntutan terhadap kebijakan pemerintah. Di sisi lain ada hal yang saya kritik juga dari Pak Amien..Jika Fitra n teman2 yang lain tertarik, main aja ke blog saya…

  12. Nice Fitra,

    Assalamualaikum WR WB

    Maaf, ini lagi blogwalking dan -sengaja- menemukan blog kamu ( Om Google sih yang nunjukin)

    Hmm, gimana ya ? Susah kalau komen- simplifikasi domain pikir saya di politik ekonomi, bukan kebijakan publik-

    Tulisan keren, cuma…Hmm, nampak berat sekali Fitra, apalagi yang pernah dua kaki di dua domain – dunia kampus& dunia bisnis, beuhh…Mak Nyos-

    Ah, sudahlah. Keep your Spirit Fitra

    Izin link bolehkah ?

  13. Eh, sorry. Nambah sedikit, jadi ingat dengan beberapa reference buat ditelaah : A Splendid Exchange; How Trade Shaped The World dari Will Bernstein bagus buat dibaca… Dan Buku KABEG- Rekayasa Mengejar Nilai Tambah dari Bu Nining Soesilo dkk ( ITB 76)- Soal seberapa signifikan sebuah knowledge bernama rekayasa dan sains bisa memberikan nilai tambah untuk sesuatu yang kita sebut dengan “Potensi Bangsa”.

    Buku kedua, ada di saya. Biar nggak “mahasiswa banget” ( Kata Trian).

    Intinya, potensi terbesar Indonesia, sudah di jiwa dan hati kita masing- masing, yaitu kita sendiri ( Manusia maksudnya)

    Ya, Tabik. Wassalam

  14. @Galih:waalaikumsalam wr wb
    sip2,, silahkeun di link… makasih…
    >Tulisan keren, cuma…Hmm, nampak berat sekali Fitra, apalagi yang pernah dua kaki di dua domain – dunia kampus& dunia bisnis, beuhh…Mak Nyos-

    mungkin yang kakinya hampir dua2nya masih di dunia bisnis 😛

    makasih tuh usulan bukunya,, entar bisa dicari,,,
    hehehe skrg jg udah mau bukan mahasiswa amiiiiin 😀

  15. Jangan bicara soal idealisme
    Mari bicara berapa banyak uang di kantong kita
    Atau berapa dahsyatnya ancaman
    yang membuat kita terpaksa onani

    Jangan bicara soal nasionalisme
    Mari bicara tentang kita yang lupa warna bendera sendiri
    Atau tentang kita yang buta,
    bisul tumbuh subur di ujung hidung yang memang tak mancung

    Jangan perdebatkan soal keadilan
    Sebab keadilan bukan untuk diperdebatkan
    Jangan cerita soal kemakmuran
    Sebab kemakmuran hanya untuk anjing si tuan polan

    Lihat di sana
    Si Urip meratap di teras marmer direktur murtad
    Lihat di sana
    Si Icih sedih di ranjang empuk, waktu majikannya menindih
    Lihat di sana
    Parade penganggur yang tampak murung ditepi kubur
    Lihat di sana
    Antrian pencuri yang timbul sebab nasinya dicuri

    Jangan bicara runtuhnya moral
    Mari bicara tentang harga diri yang tak ada arti
    Atau tentang tanggung jawab…

    (dari sebuah lagu)

  16. Saya sangat sepakat sama pak amien,,
    jadi pengen baca bukunya,,
    tapi setelah Tugas yang terAkhir selesai d,, hehe2..

    Tapi pemikiran-pemikiran seperti Pak Amien,,
    harus bgt di dukung,,
    terlepas dari isu kampanye pribadi menjelang 2009,,
    karna emang kebijakan-kebijakannya kita,,
    terlihat ngga pro-rakyat bgt,,

    Tapi kita bisa buat semua jadi lebih baik,,
    pasti bisa..! ; )

  17. banyak yang mesti dikritik dari tulisan-tulisan dalam buku tersebut. terutama dalam kaitan agenda-agenda itu terimplementasi dalam kerja nyata. memang perlu ada endorse dari tokoh-tokoh nasional tentang hal tersebut, namun perlu disadari, kajian “know how”nya jauh lebih penting dari sekedar takjub melihat betapa rumitnya agenda-agenda tersebut.

    -terus melangkah, ukir sejarah, jangan mau kalah!- 😀

Tinggalkan Balasan ke fitrasani Batalkan balasan